Rabu, 26 Januari 2011

PALEMBANG, SUMATERA SELATAN: TEMPAT PELAKSANAAN SEA GAMES KE 26 TAHUN 2011


Southeast Asian Games (lebih dikenal dengan SEA Games) merupakan ajang olahraga dua tahunan yang melibatkan sebelas negara di Asia Tenggara sebagai peserta. Ajang olahraga ini dibawah regulasi Federasi Southeast Asian Games yang juga diawasi oleh International Olympic Committee (IOC) dan Olympic Council of Asia (OCA).


(SUASANA KOTA PALEMBANG MENJELANG SEA GAMES KE 26 TAHUN 2011)


Indonesia sudah tiga kali tercatat sebagai tuan rumah untuk ajang olahraga seAsia Tenggara ini, yaitu SEA Games ke-10 1979, ke-14 1987 dan ke-19 1997. Selama tiga kali penyelenggaraan, Indonesia selalu menjadi juara umum.
Untuk SEA Games ke-26, Indonesia kembali terpilih sebagai tuan rumah. Berbeda dengan tiga ajang sebelumnya yang pernah diadakan di Indonesia, SEA Games ke-26 ini akan diadakan di empat propinsi di Indonesia: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatra Selatan. Pemerintah daerah propinsi Sumatra Selatan menyataakan kesiapannya untuk meyelenggarakan upacara pembukaan dan penutupan.
Berikut adalah cabang-cabang olahraga yang akan di setiap propinsi:
1.      Propinsi DKI Jakarta, dengan cabang olahraga: Cycling (Track), Basketball, Futsal, Pencak Silat, Tennis, Table Tenis, Badminton, Fencing, Judo, Sailing, Kempo, Football (satu Pool)
2.      Propinsi Jawa Barat, dengan cabang olahraga : Aquatic (Swimming, Diving), Taekwondo, Canoeing, Rowing, Traditional Boat Race, Dancesport, Chess, Volleyball (Indoor , Beach), Karate, Baseball, Softball, Bowling, Equestrian, Cycling (Road Race, Mountain Bike).
3.      Propinsi Sumatera Selatan, dengan cabang olahraga: Football (satu pool), Wrestling, Gymnastic, Wushu, Powerlifting, Weight lifting, Aquatic (Synchronizes Swimming, Water Polo), Athletic, Wall Climbing.
4.      Propinsi Jawa Tengah, dengan cabang olahraga: Archery, Boxing, Billiards/Snooker, Sepak Takraw, Shooting, Roller Skating dan cabang-cabang olahraga Para SEA Games.









Logo Sea Games 2011 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Nomor 452 tahun 2010 tentang Logo Sea Games XXVI tahun 2011 dan Penggunaanya. Logo yang bergambar burung Garuda terbang diangkasa Indonesia itu secara fisik melambangkan kekuatan dan Kepak sayapnya mempresentasikan kemegahan dan kejayaan.


Keterangan: 
Gb. 1 : skyscrapercity
Gb. 2 : kompasiana
Artikel: wikipedia dan seagames26th 

JEMBATAN AMPERA (AMPERA BRIDGE) THE LANDMARK OF PALEMBANG






Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerahSeberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.

Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi. Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi dengan merujuk na-ma Sungai Musi yang dilintasinya pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergo-long nekat sebab anggaran yang ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal hanya sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu. Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).



Pembangunan jembatan ini dimulai pada tanggal 16 September 1960, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.
Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.
Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara.Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Menunggu Wajah Baru Jembatan Ampera
Sekitar tahun 2002, ada wacana untuk mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera ini. Tapi usulan ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan sebagian masyarakat.
Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit.


Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.

Sejak tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya.
Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini.

Keterangan:
Gb. 1 : unik.supericsun
Gb. 2 : detik
Gb. 3 : flickr
Artikel : wikipedia